Kulirik sajadah coklat yang sudah lusuh itu. Bapak khusyuk berzikir di atasnya. Bapak bukannya tak mampu, dia dapat membeli sajadah baru untuk menggantikan sajadah tuanya itu. Ibu juga menyimpan beberapa sajadah di lemarinya, tapi tetap saja, bapak sepertinya tak berniat untuk memensiunkan sajadah tua itu.
***
"Bu... lihat sajadahku?" tanya Bapak siang itu.
Ibu yang sedang sibuk menggoreng ikan menyahut tanpa menoleh, "Biasanya kan Bapak letakkan di bawah lemari dekat meja."
"Sudah Bapak cari, tapi nggak ketemu," kata Bapak, dahinya berkerut.
"Kan masih ada sajadah yang lain, hadiah dari Alif juga ada. Pakai yang itu dulu Pak, daripada shalatnya telat. Ni ibu juga sebentar lagi selesai."
Bapak tak berkata apa-apa, tapi seharian itu beliau uring-uringan.
***
"Sajadah itu hadiah dari kakekmu tepat sehari sebelum aku menikahi ibumu. Kakekmu berpesan agar Bapak menjaga shalat lima waktu," kata bapak sambil menyeruput tehnya.
Ada rasa bersalah di hatiku. Sudah dua hari, aku masih tak mengaku kalau akulah yang menyembunyikan sajadah bapak. Aku hanya ingin bapak memakai sajadah pemberianku.
"Tapi tak apalah, sekarang Bapak memang sering lupa, entah di mana Bapak meletakkan sajadah itu. Sekarang kan Bapak juga sudah punya sajadah baru pemberian Alif," ujar Bapak seraya melemparkan senyum kepadaku.
"Kalau sajadah Bapak itu masih ada, pakainya kan bisa gantian. Sajadah Alif buat Bapak bawa ke masjid, sajadah coklat itu buat di rumah."
Aku tenggelam dalam lamunanku. Seharusnya dari awal aku ikhlas dalam memberi. Besok aku akan mengaku sebelum berangkat sekolah.
FF (Flash Fiction)
Tema : Sajadah
by : Sina Khairana
0 komentar:
Posting Komentar