Home » » Bahagia Sepiring Nasi | Cerpen Bahagia Oleh Abi Aufaa

Bahagia Sepiring Nasi | Cerpen Bahagia Oleh Abi Aufaa

Written By fffll on Senin, 09 Desember 2013 | 22.39

Seperti biasa, menu pagi ini tetap menjadi special dan tak tergantikan. Hanya sepiring nasi dan seekor ikan kering dan air putih. Kapan yaa aku bisa menyantap sarapan seperti orang kaya? Ada nasi goreng, ayam goreng, segelas susu hangat. Kadang juga bisa sarapan roti pakai selai kacang ditambah buah-buahan segar. Enak banget jadi orang kaya, pasti mereka bahagia.

“Lama-lama aku capek juga, Bu, hidup seperti ini”, Kataku sambil memandang menu sarapanku di piring. Tampak nasi yang baru saja dipanaskan, sisa tadi malam. Sementara istriku hanya menghela nafas.

“Sudahlah, Pak. Nikmati saja apa yang ada. Masih banyak yang lebih menderita dari kita”

“Aku iri melihat orang- orang kaya itu, Bu. Andai saja aku seperti mereka, bukan petugas kebersihan seperti sekarang ini”, begitulah yang sering kuucapkan dan sering kukhayalkan.

***

Seperti biasa lagi, aku dan teman-teman pagi ini menguras bak sampah di depan rumah- rumah warga dan memasukkannya ke dalam bak truk. Cukup melelahkan dan bau. Bajukupun segera kotor. Namun aku sudah biasa.

“Pak Rudi, ambil yang di bak sana yaa? Aku yang itu”, kata seorang temanku, aku hanya mengangguk dan bergegas.

Apa ini? Saat tanganku menemukan sebuah bungkusan plastic dalam bak sampah di depan sebuah rumah besar dan mewah. Aku penasaran. Kubuka. Ternyata ada seikat besar uang ratusan ribu. Mimpikah? Ku cabut sehelai jenggotku, sakit. Kutampar pipiku, dapat nyamuk satu. Ku perhatikan kiri-kanan, sekeliling. Tak ada seorangpun, segera bungkusan itu masuk kantong celanaku. Jebluk. Jatuh. Kantongnya bolong. Kupindah ke kantong sebelahnya.

Dalam waktu enam detik, kehidupanku berubah.

Sekarang aku punya perusahaan, rumah yang besar dan tiga mobil di garasi. Motorpun ada enam buah, sebanyak penduduk rumahku. Istriku sekarang sudah biasa pakai Make-Up impor. Terus, anak-anakku semuanya sekolah favorit dan elit. Dan aku juga sudah pakai dasi sekarang. Tak ketinggalan kacamata.

***

“Mami, mana sarapanku? Sebentar lagi aku mau ketemu klien”

“Aku gak sempat masak, Pi. Nih, aku mau ke arisan dulu”

“Lho, biasanya jam segini kan udah siap sarapannya?”

“Biasanya habis sholat Subuh, aku langsung masak”

“Hari ini?”

“Aku kesiangan”

“Sholat Subuh??”

“Papi sendiri??”

“.,!??#?.._.”

***

“Pi, aku pergi sekolah yaa?”

“Udah, pergi sana”

“Uangnya mana”

“Nih, 50.000”

“gak jadi sekolah deh, mana cukup segitu. Mana beli pulsa, bensin, jajan, belom lagi ntarktir temen-temen. Kemarin Rony yang nraktir temen-temen sekelas. Gengsi dong aku gak bisa ”

“Udah, ini 500 ribu”

“Gitu dong, Pi. Aku pergi dulu yaa”

“Salaman dulu”

“Bukan gitu, Pi, orang kaya mesti begini”, Andre menarik tanganku dan mengepalnya.

“Tos, Pi”, katanya sambil memukulkan kepalan tanganya ke tanganku. Terus berlari keluar. Aku hanya mengelus dada. Dia lupa bilang Assalamu`alaikum.

Kini, tinggal aku sendiri di meja makan. Sepi rasanya. Semua meninggalkanku. Mereka terlanjur sibuk dengan urusan masing-masing. Mereka larut dengan kekayaan yang melenakan. Sampai-sampai agamapun kian menghilang dari ingatan. Aku sendiri lupa sholat Subuh hari ini, Astaghfirullah.

Kali ini kutatap roti campur selai kacang, sarapan yang baru kubuat tadi. Tak terasa enak, kalau hanya makan sendiri.

“Ahh, aku gak mau makan kalau begini”

“Lho, kenapa, Pak? Nasi buatan Ibu gak enak yaa?”, tiba-tiba tangan istriku menyentuh pundakku. Membuyarkan lamunanku. Nasi putih dan ikan kering masih utuh didepanku. Nasinya mulai dingin. Aku kembali kemasa laluku.

“Ohh, tidak, Bu. Maksud Bapak, Bapak tidak mau makan sendiri. Bapak ingin ditemani Ibu”

“Tapi nasinya cuma sepiring, Pak?”

“Tidak apa- apa, Bu, sepiring berduapun tak masalah. Sini Bapak suapin”

“Ahh, Bapak ada-ada saja”, Istriku tersenyum.

Aku segera menarik tangan istriku. Dia malu-malu. Saat aku menyuapinya, kamipun tergelak.

“Aku lebih bahagia seperti ini, Bu.”, Istriku mengangguk. Aku menatap matanya, diapun membalasnya. Aku mendekatkan mukaku ke mukanya. Semakin dekat. Dan……………… (Maaf, Disensor)
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Tentang Kami : Admin Blog | Grub FLP | Fp FLP
Copyright © 2013. FLP Cabang Amuntai - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger